Jakarta – Peneliti Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Thomas Djamaluddin mengungkapkan bekas satelit, roket, atau sampah Antariksa lainnya jatuh ke Bumi rata-rata setiap 2-3 hari.
Dari hal ini Indonesia berpotensi terkena satelit Uni Soviet Kosmos 482 yang diperkirakan jatuh ke Bumi pada pekan ini.
“Pemantauan dilakukan menggunakan analisis orbit dan semua sky camera yang dimiliki BRIN, ITERA (Institut Teknologi Sumatera), dan beberapa komunitas pemantau langit,” katanya pada Senin (5/5/2025).
Sampai sekarang sebanyak enam kali kejadian sampah luar angkasa jatuh di Indonesia yang dua di antaranya merupakan sampah antariksa milik Soviet. Berikut sampah Antariksa yang masuk ke Indonesia
1981 di Gorontalo, tabung bahan bakar roket milik Soviet
1988 di Lampung, tabung bahan bakar roket milik Soviet
2003 di Bengkulu, pecahan tabung roket milik China
2016 di Sumenep, Jawa Timur, tabung bahan bakar milik Amerika Serikat
2017 di Agam, Sumatra Barat, dua keping tabung roket dan pecahan roket milik China
2022 di Sanggau, Kalimantan Barat, pecahan roket milik China.
Thomas Djamaluddin mengemukakan suatu mekanisme yang bisa dilakukan manusia untuk mencegah kejatuhan sampah antariksa ke Bumi dan meminimalkan dampaknya. Namun, sampah antariksa tidak bisa diprakirakan lokasi titik jatuhnya.
“Hanya bisa dipantau, tapi pemantauan itu hanya untuk mengidentifikasi itu milik siapa kalau sudah jatuh. Jadi untuk mengantisipasi jatuhnya itu tidak memungkinkan,” ujarnya.
Sampah antariksa berupa pecahan tabung roket milik China yang jatuh di Bengkulu pada 2003, sebelumnya diprakirakan jatuh di Jazirah Arab. Kejatuhan tabung bahan bakar milik AS di Sumenep, Jawa Timur pada 2016 semula diprakirakan jatuh di Lautan Hindia.
“Jadi memang tidak bisa diprakirakan. Paling jalurnya saja yang perlu diwaspadai. Jadi biasanya (para peneliti astronomi di BRIN) kalau ada sampah antariksa yang akan jatuh akan mengidentifikasi milik siapa, ada potensi bahaya atau tidak,” tuturnya.
Perkembangan teknologi antariksa, ujar Thomas Djamaluddin, belum diperoleh laporan kejadian yang membahayakan orang atau barang yang terkena benda jatuh dari luar angkasa.
Walaupun demikian masyarakat tidak bisa lengah, karenanya jaringan pengawas satelit, radar militer dan badan antariksa nasional dari berbagai negara termasuk Organisasi Riset Penerbangan dan Antariksa BRIN, terus mengamati obyek-obyek di orbit Bumi.
“Kalau ada sampah antariksa itu akan dilihat sampah antariksanya apa, apakah bermuatan bahan nuklir atau tidak, kalau tidak bermuatan nuklir apakah berpotensi mengandung zat kimia atau tidak, kami selalu memantau itu,” tuturnya. (adm)
Sumber: detik.com